Dengan dukungan Warisan Budaya Indonesia, Hanung Bramantyo segera hadirkan “City of Love” di panggung musikal.
Hanung Bramantyo, yang dikenal dengan karya-karya sinematiknya yang berani dan penuh makna, kali ini akan menghadirkan “City of Love”. Didukung oleh Warisan Budaya Indonesia (WBI) Foundation, “City of Love” adalah sebuah drama musikal sinematik yang memadukan romansa, konflik keluarga, dan keindahan budaya Indonesia dalam balutan era 1930-an, masa ketika Indonesia masih berada di bawah bayang kolonialisme.
Dalam acara tumpengan peluncuran City of Love yang berlangsung di Gedung Serbaguna Gelora Bung Karno, Jumat (24/1), Hanung berbagi visinya tentang karya ini.
“Kalau bicara soal zaman dulu, yang dibahas biasanya soal pahlawan atau penjajahan,” lanjut Hanung, “tapi film ini bukan tentang pahlawan, melainkan tentang manusia yang hidup di era 1950, juga tentang cinta. ‘City of Love’ ini merupakan karya kami bersama yang mengangkat budaya Indonesia.”
Cerita “City of Love” berpusat pada hubungan dua tokoh muda, Sandya dan Kala, yang terjalin di tengah pusaran konflik keluarga. Meski saling mencintai, hubungan mereka ditentang oleh kedua orang tua mereka, yang ternyata menyimpan luka lama.
Badai, ayah Sandya, dan Kasih, ibu Kala, memiliki masa lalu yang rumit, yang kemudian menjadi benang kusut yang sulit diurai. Kehadiran Ibu Juli dalam cerita menjadi cahaya bagi konflik ini, menyampaikan pesan bahwa cinta sejati tak hanya soal perasaan, tapi juga keberanian untuk berdamai dengan masa lalu.
Mengusung format musikal sinematik, “City of Love” menggabungkan unsur teater dan film untuk memberikan pengalaman visual dan emosional yang mendalam. Pendekatan ini menjanjikan sesuatu yang berbeda dan segar bagi para penonton seni Indonesia.
Hanung menggandeng sederet nama besar dalam industri seni untuk merealisasikan visi besarnya. Devano dan Maisha Kanna akan memerankan pasangan Sandya dan Kala, didukung penampilan musisi kenamaan seperti Marcell Siahaan dan Andien sebagai Badai dan Kasih. Tidak ketinggalan, aktor senior seperti Widyawati, Niniek L. Karim, Lukman Sardi, dan Aming turut memberikan warna dalam kisah ini.
Di balik layar, Agus Noor dipercaya sebagai penulis naskah, dengan Tohpati sebagai penata musik. Sementara itu, aspek visual dan panggung yang memikat ditangani oleh Titien Wattimena dan Taba Sanchabakhtiar.
Acara peluncuran ini juga dihadiri oleh Menteri Pariwisata Republik Indonesia, Widiyanti Putri Wardhana, yang memberikan apresiasi atas upaya “City of Love” dalam mengangkat budaya lokal.
“Saya berharap acara ini dapat meningkatkan minat wisatawan untuk mengenal lebih dalam tentang Indonesia, termasuk kekayaan budaya, kerajinan tangan, tarian, dan musiknya,” ungkapnya.
Ia juga menambahkan harapannya agar karya seperti ini bisa dipentaskan di destinasi wisata unggulan.
“Alangkah baiknya jika unsur-unsur budaya Indonesia ini dapat dipadukan secara apik dalam setiap pertunjukan, misalnya melalui kostum, properti, dan tata panggung,” tutupnya.