Belakangan ini, istilah “toxic relationship” mulai sering dipakai dalam percakapan sehari-hari. Sebetulnya, apa itu dan apa tanda-tandanya?
Kita tidak sekali-dua kali mendengar seseorang yang bercerita bahwa dirinya terjebak dalam sebuah toxic relationship. Bahkan, boleh jadi, kita sendirilah yang kini sedang mengalami sebuah toxic relationship.
Namun, sebelum terburu-buru menamai sebuah hubungan sebagai “toxic relationship”, ada baiknya kita mengenali terlebih dahulu soal istiliah pop dalam psikologi ini. Ingatlah bahwa tak semua hubungan yang kurang luwes dapat disebut toxic relationship. Pun sebaliknya, hanya karena kita merasa baik-baik saja, belum tentu kita aman dari jeratan hubungan tidak produktif ini.
Tanda-tanda toxic relationship yang terlihat jelas di mata orang lain dapat saja sulit terlihat dari mata korban karena terdapat ikatan emosional yang dimiliki terhadap pelaku. Oleh sebab itu, kita perlu waspada mengenali definisi dan tanda-tanda toxic relationship.
Menurut ahli psikologi asal California, Dr. Lillian Glass dalam buku “Toxic People” yang dirilis pada tahun 1995, toxic relationship diartikan sebagai “segala bentuk hubungan [antarorang] yang tidak saling mendukung, terdapat konflik di mana salah satu di antaranya berusaha merusak yang lain, terdapat kompetisi, dan tidak ada rasa hormat maupun kekompakan.”
Menurut pengertian di atas, toxic relationship dapat terjadi pada siapa saja. Bisa saja hubungan orang tua-anak, pertemanan, hubungan romantis, dan lain sebagainya.
Lalu, apa saja tanda-tandanya?
#1 Ketidakbahagiaan yang persisten
Apabila Anda tidak benar-benar merasa bahagia dalam sebuah hubungan dan lebih sering membuat Anda merasa cemas, marah, kecewa, dan lain sebagainya, boleh jadi Anda sedang mengalami toxic relationship. Terutama apabila pola ini cenderung persisten dalam jangka waktu lama.
#2 Perubahan dalam hubungan lain
Perhatikan, seberapa sering Anda merelakan waktu bersama keluarga, bekerja, maupun waktu personal untuk menyesuaikan jadwal Anda untuk orang tertentu? Seberapa besar pengaruh hubungan yang Anda miliki dengan orang tersebut kepada hubungan-hubungan Anda yang lain? Apabila teman-teman atau keluarga Anda mulai menjauh, mungkin Anda sudah sepatutnya waspada.
#3 Sering tidak disadari korban
Dr. Glass menyebutkan bahwa korban sering kali menjadi orang terakhir yang menyadari bahwa ia terjebak toxic relationship. Ketika peran pelaku begitu mendominasi dan hubungan sudah dijalin begitu lama, apa yang sebetulnya tidak sehat dalam sebuah relationship lama kelamaan dirasa “normal” oleh korban. Itulah pentingnya bagi kita untuk mendengar masukan dari keluarga dan orang terdekat terkait pendapat mereka.
#4 Pola hubungan manipulatif
Bahkan ketika pelaku tidak melakukan kekerasan fisik maupun verbal yang jelas, toxic relationship tetap dapat diwarnai oleh kekerasan dalam bentuk lain seperti kekerasan emosional yang sering ditandai oleh tingkah laku manipulasi. Contoh dari manipulasi adalah paksaan, kecurigaan, tingkah laku mengontrol, dan pengabaian.
#5 Rasa takut untuk menyampaikan pendapat
Apabila Anda merasa bagai berjalan di antara kepingan kaca setiap kali ingin mengomunikasikan sesuatu kepada seseorang, maka ini merupakan sinyal merah bahwa Anda telah terjebak dalam toxic relationship.Mengalami kekerasan dan dominasi dalam waktu panjang cenderung membuat kita takut atau khawatir untuk menyampaikan pendapat jujur kita.
Ingatlah bahwa seluruh hubungan yang tidak mengizinkan salah satu anggotanya untuk terbuka dalam berpendapat maupun memilih keputusan untuk dirinya sendiri bukanlah sebuah hubungan yang sehat.
Apabila Anda merasa mengalami tanda-tanda toxic relationship di atas, segeralah mencari dukungan dari orang-orang yang paling Anda percaya dan tetapkan cara untuk keluar dari hubungan tersebut. Apabila dibutuhkan, mintalah bantuan profesional seperti psikolog maupun konselor trauma.