Dalam rangka merayakan Hari Perempuan Internasional yang jatuh pada tanggal 8 Maret, Femina bekerja sama dengan World Bank mengadakan webinar yang bertajuk Perempuan di Era Digital: Pemanfaatan Layanan Digital Untuk Pertumbuhan Bisnis.
Webinar yang diadakan secara daring ini, dibuka oleh Satu Kahkonen selaku Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor-Leste. Ia mengungkapkan betapa pentingnya literasi dan keterampilan digital bagi perempuan.
“Peningkatan literasi dan keterampilan digital perempuan untuk bisa terlibat dalam pasar tenaga kerja yang berbasis digital, merancang teknologi dan inovasi digital yang responsif dinilai bisa memenuhi kebutuhan wanita dan anak, serta meningkatkan partisipasi wanita dan anak dalam bidang SAINS, Teknologi, Teknik, dan Matematika untuk bisa memperkuat peran mereka, serta mendorong pembagian pekerjaan rumah tangga yang lebih setara dan adil di rumah sehingga wanita bisa mendapat lebih banyak waktu dan kesempatan untuk bisa mendapat keuntungan dari teknologi.” ujar Kahkonen.
Masyita Crystallin selaku Staf Khusus Menteri Keuangan menambahkan, “UMKM di Indonesia berkontribusi sebanyak 61% terhadap PDB Indonesia. Menurut data, 64,5 % dari 64 juta UMKM dimiliki oleh perempuan. Perempuan merasa platform digital lebih memberikan fleksibilitas untuk menyeimbangkan berbagai tanggung jawab yang dimilki antara pekerjaan dan rumah tangga. Sebanyak 70% usaha milik perempuan masuk dalam kelompok “survivalist” dibandingkan “growth oriented” yang mana masih menghadapi kendala yang besar untuk digitalisasi usaha karena terbatasnya sumber daya, termasuk investasi dan personal yang terampil.”
Dengan itu, digitalisasi dapat meningkatkan akses usaha milik perempuan terhadap kredit dan pemerintah pun sudah menjalankan reformasi dan praktik seperti SNKI-P yang mendorong inklusi keuangan berbagai kelompok perempuan serta Perpres tentang Pengembangan Kewirausahaan Nasional yang menetapkan usaha milik perempuan sebagai kelompok prioritas.
Perdagangan melalui dunia online seperti e-commerce dapat membuka peluang ekonomi bagi perempuan. Studi dari Bank Dunia menunjukkan bahwa hampir 60% perempuan pengguna internet yang harus keluar dari angkatan kerja kini melakukan perdagangan secara online(e-commerce).
Mengingat partisipasi perempuan di angkatan kerja masih tergolong rendah, adanya peningkatan sebanyak 7,5% untuk perempuan pelaku usaha yang menggunakan e-commerce di tahun 2020 membuka peluang lebih banyak perempuan untuk memiliki pekerjaan. Banyak pelaku usaha micro yang merasakan manfaat dari smartphone, namun belum mengoptimalkan penggunaan smartphone untuk mendukung aktivitas usaha mereka.
Dalam webinar kali ini, talk show akan dibagi menjadi dua sesi. Pada sesi 1, terdapat tiga narasumber yang memberikan gagasannya mengenai tantangan pelaku usaha perempuan dan solusi yang bisa diterapkan, yaitu Ahmad Dading Gunadi (Direktur Pengembangan Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Koperasi Kementrian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas), Ririn Salwa Purnamasari (Senior Economist Bank Dunia, dan Vitasari Anggraeni (Wakil Kebijakan Asia Tenggara Women’s World Banking).
Apa yang Menjadi Tantangan Pelaku Usaha Perempuan?
Dading menyebutkan terdapat beberapa tantangan yang dihadapi seperti akses terhadap sumber daya, pasar, dan keunangan yang terbatas. Kemudian dari sisi regulasi dan hukum, adanya diskriminasi terhadap hukum seperti kurang adanya kesempatan yang sama untk mendapat perizinan. Serta adanya tanggung jawab yang tinggi karena perempuan memiliki peran ganda. Bu Vita menambahkan, kurangnya pemahaman usaha micor terhadap produk digital. Hal tersebut merupakan PR bagi pembuat platform digital agar pengguna lebih bisa mengakses dengan mudah.
Solusi yang Dapat Dilakukan
Ririn menyampaikan bahwa yang harus dilakukan adalah adanya equality atas peran merawat anak dan rumah tangga, agar perempuan pun bisa memiliki kesempatan yang lebih besar dalam mengurus bisnis. Adanya child care yang bisa menawarkan jasa untuk merawat anak pun dibutuhkan. Serta, pendidikan adalah yang paling utama. Bu Vita menambahkan, bahwa saat ini BRI dan Dana pun telah melakukan kerja sama kepada beberapa UMKM. Training pada regulator pun perlu dilakukan.
Pada sesi 2, terdapat 4 narasumber yang akan berpengalaman dalam UMKM perempuan yaitu Faye Wongso (CEO Kumpul ID), Tessa Wijaya (Co-Founder Xendit), Diah Yusuf (Chairperson Womenpreneur Indonesia Network), serta Nadlrotussariroh (Direktur Yayasan Annisa Swanti). Dalam sesi ini, MC berfokus kepada pertanyaan peserta sehingga bisa bisa lebih dalam menjelajahi topik tersebut. Salah satu pertanyaan yang diajukan adalah apa kolaborasi yang telah dilakukan untuk meningkatkan Usaha milik Perempuan.
“We are the ecosystem enabler.” ujar Faye. Untuk meningkatkan pertumbuhan bisnis, kolaborasi tentu saja dibutuhkan. Setiap berkumpul, pelaku usaha perempuan selalu berusaha untuk menciptakan program baru sesuai dengan porsi masing-masing. Tessa dan Bu Sariroh pun memberikan pendapatnya mengenai bagaimana cara meningkatkan kepercayaan diri untuk membangun suatu bisnis.Tessa memberikan pengalamannya atas perjalanan bisnis yang dilaluinya, “Perlu banyak kegagalan untuk bisa mencapai kesuksesan. Rahasia sukses adalah kerja keras, berani mencoba, serta mencari pendukung untuk support apa yang akan kita jalani.”
Sesi webinar ditutup dengan menyampaikan mimpi narasumber mengenai perempuan Indonesia di tahun 2045 Indonesia Emas. Bu Sariroh mengungkapkan bahwa beliau berharap semakin banyak perempuan yang melek digital. Bu Diah berharap perempuan akan lebih kuat serta punya dan bisa mendesign purpose mereka masing-masing. Faye berharap digitalisasi dapat mengakselerasi sehingga pada tahun 2045, Indonesia tidak lagi berbicara tentang pemimpin perempuan, melainkan hanya pemimpin karena pemimpin perempuan sudah mainstream. Terakhir,Tessa menambahkan harapannya di tahun 2045 adalah perempuan sebagai pemimpin perusahan unicorn adalah bukan hal yang langka.