Melalui karya-karyanya yang ditampilkan di Art Jakarta 2025, Zita Nuella mengajak para penikmat seni untuk melihat dunia dari berbagai macam perspektif.
Seniman kontemporer Indonesia, Zita Nuella, sukses mempresentasikan karyanya bersama Nadi Gallery pada pekan seni bergengsi Art Jakarta 2025. Momen tersebut merupakan titik penting dalam perjalanan seninya.
Karya-karya ini mengeksplorasi bagaimana manusia menavigasi kekacauan–baik dalam dirinya maupun di dunia yang kian berubah–serta bagaimana pelamana itu perlahan membentuk sebuah identitas.
“Kita hidup di era yang dipenuhi kebisingan dan percepatan. Melalui karya-karya ini, saya berusaha mengembalikan perhatian pada hal-hal yang lebih sunyi, pada kerentanan, pada waktu berproses, dan pada upaya mengenali apa yang tersembunyi di balik hiruk-pikuk. Pada akhirnya, ketegangan di dalam kekacauan itu akan menjadi satu kesatuan,” jelas Zita Nuella.
Berikut adalah 3 karya Zita Nuella yang ditampilkan pada Art Jakarta 2025.
1. Yes, who are we living in the world of sanity?
2. And Near My Death, I’ll cherish them for keeping me awake
3. Hide and Seek
Dengan karya-karya yang menyimpan ketegangan antara diri dan persepsi, Zita menempatkan dirinya dalam lingkungan yang asing agar dapat berhadapan dengan cara pandang yang baru, bagaikan perasaan diteror oleh mimpi buruk yang terus berulang. “Ketika kita melepaskan diri dari perasaan itu, kita mulai menyadari bahwa mungkin itu bukan sekadar rasa takut. Seiring waktu berjalan, kita mulai merasakan perasaan lain terhadap mimpi buruk itu–kita dapat menciptakan definisi baru tentangnya.
Bagi Zita, semua yang menjadi persepsi manusia tidak pernah benar-benar tetap–dapat dihapus, diubah, atau dikonfigurasi ulang menjadi entitas lain yang selaras dengan sekitarnya. “Hal yang sama juga berlaku dalam proses penemuan identitas yang memiliki banyak proses di dalamnya. Pada proses itu, lapisan-lapisan diri bergerak dan berubah untuk membentuk identitas yang baru.
Zita percaya bahwa pengalaman bersama ada, namun seringkali tidak memiliki nama. Lukisan-lukisannya berupaya menyentuh perasaan-perasaan yang tidak bernama itu–membuka lapisan tersembunyi dari diri yang jarang terungkap.
Selama Art Jakarta, sang seniman mengenakan busana rancangan dari Nila Baharuddin. Hal tersebut menjadi isyarat kecil kolaborasi mereka. “Kami ingin mengeksplorasi bagaimana seni dapat hadir melalui tubuh, di mana kain dan gerakan menjadi perpanjangan ritme lukisan,” ungkap Zita. penampilannya juga menjadi pengantar tentang bagaimana seni rupa dan mode berbagi bahasa yang sama kepada siapapun yang melihat maupun yang mengenakannya.