Selama ini, Singapura dan Indonesia telah membangun kemitraan yang kuat dan langgeng berdasarkan rasa saling menghormati dan percaya. Seperti yang tetap dilanjutkan oleh H.E Kwok Fook Seng, Duta Besar Republik Singapura untuk Republik Indonesia saat ini, dan istrinya, Madam Pearl Kwok.
Untuk merayakan International Women’s Day 2025, Madam Pearl Kwok duduk bersama dengan HighEnd untuk sebuah wawancara eksklusif, di mana ia berbagi perspektifnya tentang kepemimpinan perempuan dan pendekatan diplomatiknya untuk berkolaborasi dengan Indonesia, khususnya di bidang pendidikan.
Sebagai istri Duta Besar Kwok, Madam Kwok pun memainkan peran penting dalam membina hubungan antara kedua negara. Sebagian besar waktunya dihabiskan untuk menyelenggarakan acara di kediamannya, tetapi salah satu usahanya yang paling berarti baginya adalah pekerjaan sukarelanya dengan Kampus Diakonia Modern (KDM), sebuah organisasi yang menyediakan tempat tinggal dan pendidikan bagi anak-anak jalanan di Bekas. “Saya datang seminggu sekali untuk mengajar bahasa Inggris,” ungkapnya. “Saya juga diminta untuk bertindak sebagai penasihat bagi para pemimpin, membantu menyusun strategi dan perencanaan komunikasi, serta menghubungkan mereka dengan pihak-pihak terkait.”
Saat membahas pandangannya tentang kepemimpinan, ia percaya bahwa kepemimpinan sejati adalah tentang transformasi. “Seorang pemimpin yang hebat membuat dunia di sekitar mereka menjadi lebih baik. Tidak harus dunia secara keseluruhan, tetapi cukup membuat segala sesuatunya menjadi lebih baik, di mana pun mereka ditempatkan,” jelasnya. “Selain kompetensi, kualitas-kualitas penting seorang pemimpin yang baik tentunya meliputi integritas, keberanian moral, dan kebijaksanaan.” Mengenai gaya kepemimpinannya pribadi, ia mengandalkan kemampuan adaptasinya. “Dalam krisis, saya akan bersikap otokratis. Selain itu, saya lebih suka pendekatan yang demokratis, menghargai berbagai perspektif yang akhirnya akan menentukan keputusan akhir.”
Perannya dalam komunitas diplomatik tentunya sangat pengaruh, tetapi ia dengan rendah hati menantang persepsi ini. “Peran pasangan seorang Duta Besar kadang terlalu dibesar-besarkan atau diremehkan,” katanya. “Saya tidak pernah menganggap diri saya berpengaruh, tetapi saya menyadari bahwa setiap orang memiliki pengaruh dengan caranya sendiri. Namun, saya percaya – dalam hal upaya untuk membina hubungan yang lebih kuat antara kedua negara kita, akan membantu jika orang Indonesia tahu bahwa saya menyukai mereka,” katanya sambil tersenyum.
Meskipun kehidupan diplomatiknya terlihat megah, ia tetap berpegang pada nilai-nilai inti keaslian dan rasa syukur. “Saya mencoba untuk hidup dengan autentik – artinya saya mencoba untuk bersikap tulus dalam hubungan saya dengan orang lain, saya mencoba untuk hidup dengan rasa syukur. Kata kuncinya adalah ‘berusaha’, saya tidak selalu berhasil! Namun, ini adalah nilai-nilai yang ingin saya praktikkan sebagai bagian dari menjadi seorang Kristen,” ungkapnya. “Ada kesalahpahaman bahwa kehidupan diplomatik itu glamor, tetapi saya mencari persahabatan yang dalam dan bermakna.”
“Saya juga mempraktekkan rasa syukur. Rasa syukur telah mengajari saya untuk merasa puas, saya tidak mendambakan hal-hal yang tidak saya miliki, setiap kali kami pindah rumah setelah bertugas, ke apartemen kecil kami, saya senang berada di rumah, tanpa merasa kehilangan banyak hal. Saya bisa tinggal di tempat yang besar, saya bisa tinggal di tempat yang kecil. Saya merasa sangat diberkati.”
Madam Kwok tidak ragu ketika ditanya tentang inspirasi terbesarnya. “Mungkin kedengarannya klise, tetapi suami saya adalah orang yang paling menginspirasi dalam hidup saya. Dia memiliki keberanian, integritas, dan rasa hormat yang kuat. Sebagai seorang diplomat, dia berpikir pragmatis tentang negara dan orang-orang, apa pun tantangannya, tetapi dia akan selalu berusaha untuk bekerja menuju solusi demi kebaikan bersama. Dia memberi tahu saya berkali-kali selama bertahun-tahun, apabila kita sudah selesai bekerja di suatu tempat, untuk mencoba meninggalkan lingkungan atau situasi yang lebih baik daripada sebelum kita sampai di sana.”
Perjalanannya sebagai istri Duta Besar tentunya penuh dengan pelajaran. Awalnya, ia berjuang untuk meninggalkan kehidupan korporat dan mendefinisikan ulang identitasnya. “Selama bertahun-tahun, saya belajar untuk berhenti berpikir dalam konteks ‘peran’ dan hanya menetapkan tujuan yang ingin saya capai di setiap penempatan. Tujuan ini mungkin tidak selalu besar dalam pengertian tradisional, tetapi memiliki nilai - ketika saya mulai di KDM, tujuan saya hanyalah untuk membuat perbedaan dalam kehidupan seorang anak. Jadi, saya memberi tahu rekan-rekan saya yang lebih muda, pasangan dari rekan-rekan yang telah meminta nasihat, untuk menjadi diri sendiri - berikan kekuatan apa pun yang mereka miliki, jangan mencoba menjadi orang lain. Mereka memiliki kekuatan yang tidak saya miliki dan mereka hanya perlu mencoba berbuat baik, di mana pun mereka ditempatkan.”
Madam Pearl Kwok optimis tentang hubungan Singapura-Indonesia di masa yang akan datang. “Hubungan kedua negara kuat, dan saya harap juga penuh kasih sayang,” katanya. “Saya harap kami terus mengembangkannya di tingkat pribadi, antar masyarakat, dan antar pemerintah. Singapura dan Indonesia sama-sama memiliki pemimpin baru dan saya berharap hal ini akan membantu mencapai kepercayaan dan pengertian yang mendalam di antara kedua belah pihak.”