Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) akan meluncurkan film hitam putih hasil restorasi berjudul “Dr. Samsi” produksi tahun 1952.
Film besutan Ratna Asmara ini merupakan salah satu film bermateri seluloid 35mm yang tersimpan dalam koleksi Sinematek Indonesia dengan kondisi yang nyaris punah dan tidak lengkap. Hal tersebut menjadi salah satu yang melatarbelakangi Direktorat Perfilman, Musik, dan Media, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kemendikbudristek harus segera melakukan tindakan restorasi sebagai bentuk penyelamatan dari format seluloid ke format digital yang lebih modern.
Direktur Perfilman, Musik, dan Media, Kemendikbudristek, Ahmad Mahendra, mengatakan bahwa “Restorasi dan peluncuran kembali film Dr. Samsi diharapkan dapat menambah kekayaan arsip dan penyelamatan materi yang selama ini pernah menjadi catatan kejayaan sinema nasional. Menurutnya, pengarsipan dan restorasi film ini menjadi salah satu kerja nyata Kemendikbudristek menghargai peran para sutradara sekaligus karya-karyanya dalam dalam membangun Industri Perfilman Indosesia. Kegiatan pengarsipan dan penyelamatan film-film kolosal yang pernah berjaya sudah dilakukan sejak tahun 2019 melalui pendataan dan pemetaan judul sinema dengan materi pita seluloid di seluruh Indonesia. Dari situ kemudian dilakukan kurasi dengan beberapa kriteria,” ungkapnya. Mahendra juga melanjutkan, “film-film masa lampau yang telah didata dan memenuhi kriteria itu diarsip dan diselamatkan melalui alih teknologi dari format seluloid ke digital (restorasi). Sampai saat ini, Kemdikbudristek telah melakukan restorasi sebanyak empat judul film yaitu:
1. Darah dan Doa (The Long March), karya Usmar Ismail, produksi tahun 1950 dan direstorasi tahun 2013.
2. Pagar Kawat Berduri, karya Asrul Sani, produksi tahun 1961 dan direstorasi tahun 2017.
3. Bintang Ketjil, karya Wim Umboh dan Misbach Yusa Biran, produksi tahun 1963 dan
direstorasi tahun 2018.
4. Kereta Api Terakhir, karya Mochtar Soemodimedjo, produksi tahun 1981 dan direstorasi
pada tahun 2019.
Film Dr. Samsi bercerita mengenai perjalanan emosional seorang dokter bernama Samsi yang merawat anak hasil hubungan gelapnya dengan seorang perempuan Bernama Sukaesih. Anak tersebut diberi nama Sugiat dan lantas makin tumbuh besar. Sugiat tumbuh dewasa dan menjadi pengacara tanpa mengetahui kebenaran ibu kandungnya. Saat Sugiat pulang ke Indonesia dari sekolah hukum di luar negeri, ia harus menangani kasus Sukaesih yang dituduh membunuh suaminya sendiri bernama Leo.
“Film yang diproduksi tahun 1952 ini menjadi penanda penting perkembangan industri sineas Indonesia yang tetap relevan hingga kini. Dari film ini memberikan inspirasi ke pegiat sinema sekarang untuk menjelajahi tema-tema universal menggugah hati,” tutup Mahendra. Ratna Asmara (1913-1968) dikenal sebagai seorang sutradara perempuan pertama di Indonesia dan perempuan berbakat yang kerap membawa nuansa eksploratif ke setiap adegan karya ciptaannya. Dirinya juga cukup sering melibatkan alur cerita dengan visual yang indah serta narasi yang kaya. Setiap karya Ratna Asmara tidak hanya mencerminkan kepiawaian dalam pengarahan, tetapi juga menyajikan warisan budaya yang kaya dalam sejarah perfilman Indonesia. Dengan begitu film-filmnya selalu menyajikan ciri khas kekayaan budaya nasional untuk disaksikan publik.