“New normal” barangkali adalah buzz word yang paling sering kita dengar dalam beberapa minggu ke belakang. Apa itu, dan bagaimana kita menghadapinya?
Ini bukan kali pertama dunia “dipaksa” berubah pascapandemi. Pada saat pandemi flu di tahun 1918, misalnya, kebiasaan meludah dan ketersediaan kendi meludah (spittoon) yang dianggap umum pada abad ke-19 dan awal abad ke-20 sekejap menghilang. “New normal” yang digadang-gadang di media ini berbicara perubahan transformatif secara global dalam sekejap tentang apa-apa yang sebelumnya kita anggap normal. Boleh dibilang, “new normal” ini serupa “trauma” massal.
Seperti apa yang diungkapkan WHO pada pertengahan bulan Mei lalu, penemuan vaksin dan obat untuk novel coronavirus akan makan waktu, dan kita mesti bersiap untuk sebuah dunia di mana virus ini mungkin takkan pernah punah—hanya “turun kasta” menjadi endemi (intip perbedaan “kasta” penyakit menular dari Centers for Disease Control and Prevention (CDC) di sini). Di dunia ini, kitalah yang perlu mengubah bagaimana kita hidup secara kronis.
Selayaknya sebuah perubahan global, new normal mempengaruhi mulai dari kehidupan individual sehari-hari hingga pada tingkatan industri, budaya, dan negara. Sementara banyak ahli memprediksi baik aspek optimis maupun pesimis dari new normal ini, kita perlu bersiap-siap mengadopsi kebiasaan-kebiasaan baru dalam menghadapi dunia baru ini. Apa saja?
Sanitation kit yang terdiri dari cairan pembersih, masker, dan strip pengukur suhu tubuh akan menjadi barang bawaan umum.
Beberapa desainer produk dan industri kesehatan dunia sudah bersiap untuk menyediakan sanitation kit yang mudah diakses publik dan mudah dibawa ke mana-mana, misalnya kapsul buatan Kiran Zhu di atas. Sediakan seluruh kebutuhan sanitasi pribadi Anda dalam sebuah pouch ke manapun Anda pergi.
Pengenaan masker akan menjadi “new fashion”
Penggunaan kata fashion untuk merujuk kepada masker memang kontroversial, mengingat bahwa ia adalah item yang sepenuhnya fungsional dan bukan estetik. Meski demikian, mengenakan masker akan menjadi hal yang amat normal terutama di tempat-tempat umum yang cukup padat seperti stasiun, bandara, transportasi publik, mal, kampus, dan lain sebagainya. Selain itu, bersiap-siaplah—dunia fashion dan teknologi akan berlomba-lomba mengreasikan masker wajah tercantik dan teraman untuk publik.
Intrusi “workplace” bagi kaum kerah putih
Meskipun beberapa industri telah biasa menerapkan sistem kerja remote bahkan sebelum pandemi merebak, sistem kerja ini belum tersebar secara merata pada kebanyakaan budaya industri. Sistem jarak jauh ini akan semakin umum ditemukan sehingga pertemuan tatap muka hanya dilakukan pada situasi-situasi terbatas. Anda yang mulai terpengaruh perlu awas tentang batasan rumah sebagai “workplace” dan “safe haven”. Triknya? Dedikasikan hanya satu pojok dalam rumah untuk bekerja dan disiplin dalam menetapkan jam kerja Anda—jangan melanggar batasan psikis ini.
Penurunan tingkat mobilisasi
Sementara kita mulai membiasakan diri dengan video conference, new normal yang ideal hanya akan memerlukan kita untuk berkomuter hanya untuk hal-hal yang amat penting. Di Paris, masyarakat yang menghindari kepadatan transportasi publik juga memilih untuk bersepeda dalam jarak-jarak terbatas. The Guardian menyebutkan bahwa perusahaan perlu mempersiapkan rantai pasok yang resilien untuk mempertahankan stabilitas ekonomi, serta perjalanan udara akan kembali menjadi sebuah kemewahan.
Masa depan gaya hidup
Bersentuhan, berbagi alat-alat, dan berdesak-desakan akan terasa jauh lebih tak nyaman dari biasanya. Berpelukan, cium pipi, dan berjabat tangan sebagai bentuk sapaan lama-kelamaan akan mulai menemukan alternatif lain. Sementara pesta bergaya buffet dan bar akan dihindari, restoran, bar, karaoke, dan hotel juga perlu mengubah model bisnis untuk pengalaman hiburan yang lebih terpersonalisasi dan higienis.
Berapa banyak orang dalam ruangan?
Dibandingkan tempat terbuka, tempat tertutup meningkatkan risiko penyebaran penyakit menular. Kelas dan grup kecil di sekolah, pembatasan jumlah penonton konser dan pertandingan olah raga, serta penurunan jumlah penumpang dalam transportasi darat, laut, dan udara akan berlangsung setidaknya sampai beberapa tahun ke depan. Selain itu, protokol seperti pengenaan masker dan ruang disinfektan UV akan ditekankan pada event-event massal dunia yang tak bisa dihilangkan begitu saja.
Kesehatan adalah kemewahan terbaik
Beberapa studi dunia mengungkapkan bahwa industri high fashion, luxury, dan travel/hospitality masih akan terseok-seok hingga beberapa tahun ke depan, utamanya karena kita telah mulai mengadopsi pola konsumsi yang berbeda. Sederhana saja; dalam dua bulan ke belakang, untuk apa saja Anda menghabiskan uang belanja Anda? Kebanyakan orang memilih untuk hanya membeli kebutuhan-kebutuhan dasar dan mengurangi konsumsi untuk hal-hal tersier seperti plesir dan tas mewah, misalnya. Pun, ke depannya kita akan lebih banyak berinvestasi untuk kesehatan dan menabung sebagai bentuk preventif ekonomi yang kurang stabil.