Berawal dari sebuah momen yang tidak terencana, Veny Lie akhirnya mendedikasikan dirinya menjadi seorang guru piano dalam mengajar anak-anak difabel.
Veny Lie banyak dikenal sebagai seorang guru piano yang mengkhususkan diri dalam mengajar anak-anak dengan kebutuhan khusus. Perjalanan Veny sebagai guru piano dimulai sejak ia muda, yakni ketika ia menempuh pendidikan SMP hingga kini ia berhasil membuka sebuah tempat kursus piano bernama Ven's Club Music School yang berlokasi di Kelapa Gading, Jakarta.
Di tahun 2003, ia secara tidak sengaja menghadapi satu momen yang membawanya mengajar anak difabel, yakni ketika ia diminta mengajar adik dari salah satu muridnya yang menyandang autisme. Awalnya, Veny tidak memahami sepenuhnya apa itu autisme dan merasa terkejut saat pertama kali menghadapi tantangan mengajar seorang anak dengan kebutuhan khusus. Namun, setelah melihat hasil positif dari pembelajaran tersebut, ia merasa terinspirasi untuk terus mendalami bidang ini.
Seiring berjalannya waktu, Veny pun akhirnya mulai menarik perhatian lebih banyak siswa dengan berbagai kondisi, seperti Down Syndrome, ADHD, PDD-NOS, ataupun Asperger. Ia pun terus belajar dan beradaptasi dengan kebutuhan unik masing-masing siswa, baik dari hasil pembelajaran yang ia lakukan sendiri maupun dari masukan orang tua murid.
Tanpa disadari, diagnosis medis para muridnya mulai mengalami perubahan, terutama dalam hal emosi dan pengelolaan tantrum. Ia pun akhirnya mengetahui bahwa peran musik bagi anak yang berkebutuhan khusus dapat membuat menjadi tenang. Hal ini semakin memotivasi Veny untuk melanjutkan profesi mengajar piano untuk anak-anak dengan kebutuhan khusus.
Tantangan dalam Mengajar Anak Difabel
Mengajar anak-anak dengan kebutuhan khusus tentunya tidak mudah. Veny menghadapi berbagai tantangan, terutama karena emosi mereka yang tidak stabil. Mood dan distraksi menjadi faktor utama yang mempengaruhi proses belajar. Salah satu tantangan terbesar adalah ketika memperkenalkan materi baru.
Para siswa seringkali sudah merasa nyaman dengan lagu yang sudah mereka kuasai, dan ini yang membuat Veny sulit ketika harus mengajarkan lagu baru. Pada momen awal ketika sang murid diperkenalkan lagu baru seringkali muncul rasa frustasi dan kemarahan dalam diri mereka. Dalam beberapa kasus, siswa bisa merespons dengan teriakan atau pukulan sebagai bentuk protes.
Namun, Veny telah mengembangkan pendekatan yang fleksibel dalam menangani situasi seperti ini. Misalnya, jika seorang murid membutuhkan waktu untuk menenangkan diri, ia akan memberikan ruang bagi mereka untuk berjalan-jalan di sekitar piano atau memegang sesuatu yang dapat membantu meredakan stres mereka. Pada dasarnya setiap anak membutuhkan metode penanganan yang berbeda-beda, dan Veny pun selalu berusaha memahami kebutuhan unik masing-masing siswa.
“Kebanyakan orang tua murid yang datang ke saya di awal pasti duluan ngomong bahwa anak saya bisa tidak ya. Mereka sudah down duluan sebelum mulai. Saya selalu memberitahu mereka bahwa kita coba dulu, jangan dengan cepat putus asa. Kasih saya waktu tiga bulan,” cerita Veny.
Ia mengakui bahwa setidaknya ia membutuhkan waktu sebanyak tiga bulan dalam mengajar anak yang berkebutuhan khusus. Di bulan pertama menjadi waktu bagi muridnya untuk beradaptasi. Di bulan kedua, Veny mulai menerapkan bahan-bahan yang harus diajarkan. Ia optimis di bulan ketiga, orang tua akan mulai melihat hasilnya. Ia sebagai guru dan orang tua murid bisa melihat progress perkembangan murid di tiga bulan pertama. Jika orang tua merasa tidak ada perkembangan di bulan ketiga, mereka bebas untuk tidak melanjutkan proses belajar pianonya.
Metode Pengajaran yang Disesuaikan
Dalam mengajar piano untuk anak-anak dengan kebutuhan khusus, Veny menerapkan metode yang berbeda tergantung pada kondisi siswa. Misalnya, untuk anak-anak dengan Down Syndrome, mereka memerlukan waktu yang lebih lama untuk proses belajar dan perlu diulang beberapa kali agar materi dapat dipahami sepenuhnya.
Di sisi lain, anak-anak dengan autisme, yang sering kali memiliki IQ yang setara dengan orang dewasa, cenderung menangkap materi lebih cepat, tetapi sering kesulitan dalam menyinkronkan tangan kanan dan kiri saat bermain piano.
Veny juga menyesuaikan pendekatannya dengan tingkat keparahan kebutuhan khusus siswa. Bagi siswa yang non-verbal atau memiliki gangguan komunikasi, ia menggunakan pendekatan fisik dengan memegang tangan siswa tanpa berbicara, sehingga mereka bisa merasakan dan mempelajari gerakan yang tepat melalui sentuhan.
Momen Paling Berkesan
Salah satu momen paling berkesan bagi Veny adalah saat melihat para siswanya tampil di atas panggung. Meskipun banyak dari anak-anak ini tidak peduli dengan lingkungan sekitar, setelah beberapa kali konser, mereka mulai memahami makna tepuk tangan dan menghargai penonton. Veny merasa bangga saat melihat murid-muridnya dapat tampil dengan percaya diri dan mampu memainkan lagu tanpa kesalahan.
Salah satu pengalaman paling mengharukan adalah ketika seorang siswa dengan Down Syndrome yang memiliki IQ rendah mampu tampil di depan banyak menteri pada sebuah acara pembukaan mall. Sebelumnya, sang ayah tidak mendukung anaknya, tetapi setelah melihat kemajuan yang luar biasa, hubungan ayah dan anak pun berubah menjadi lebih hangat. Pengalaman ini membuat Veny merasa berhasil dalam misinya mengajarkan piano kepada anak-anak difabel.
Belum lama ini ia berhasil membawa sebelas muridnya untuk tampil di sebuah pertunjukkan musik di Kuala Lumpur. Setiap anak berkebutuhan khusus ini diberikan satu kesempatan untuk membawakan sebuah lagu. Ini menjadi momen pertama bagi anak-anak ini untuk dapat tampil di panggung internasional.
Pesan untuk Guru Musik Lainnya
Veny selalu menekankan pentingnya kesabaran dalam mengajar anak-anak dengan kebutuhan khusus. Menurutnya, guru harus mengutamakan keberhasilan siswa daripada mengejar bayaran. Proses belajar seorang anak berkebutuhan khusus mungkin memakan waktu lebih lama, tetapi dengan kesabaran, setiap siswa bisa mencapai kemajuan yang signifikan.
Veny berharap agar semakin banyak guru musik yang tertarik untuk mengajar anak-anak dengan kebutuhan khusus, dan ia percaya bahwa dengan pendekatan yang tepat, anak-anak ini bisa meraih potensi mereka.
“Kita harus bisa memberikan hati kita dulu, baru bisa merasakan apa yang dirasakan oleh anak difabel ini dan para orang tuanya,” simpulnya.
Styling by DEWI NAOMI
Photos by FEBI RAMDHAN & COURTESY OF VENY LIE
Wardrobe by ANQA