Cassandra Lee bukan sekadar menjalani mimpinya—dia sedang menulis kisahnya sendiri, peran demi peran.
Cassandra Lee bukanlah sosok baru di dunia sorotan—namun belakangan ini, ia memilih kapan, di mana, dan untuk apa ia melangkah ke dalamnya. Di usia 24 tahun, aktris ini telah berkembang jauh melampaui gadis yang dulu jatuh cinta pada keajaiban “Hannah Montana”.
Kariernya telah matang, suaranya semakin jelas, dan tujuannya? Lebih tajam dari sebelumnya.
Baru saja menyelesaikan syuting “Rego Nyowo”, Cassandra berbagi tentang peran yang mendorongnya jauh melampaui zona nyamannya.
"Film itu benar-benar menantang capability aku sebagai seorang aktris," katanya, "Bahasa Indonesia bukan main language aku. Dan di film itu aku bahkan disuruh jadi orang Sunda."
Film tersebut menuntut bukan hanya performa, tetapi juga ketelitian—sebuah ujian fokus dan adaptabilitas yang ia sambut dengan sepenuh hati.
Itulah rasa lapar akan pertumbuhan yang mendefinisikan dirinya. Proyek terbarunya, film pendek “Super Youth”, hanya membutuhkan tiga hari untuk syuting—namun dampaknya terasa begitu dalam.
"Kami memilih syuting film itu untuk tujuan yang lebih besar, untuk membantu banyak orang," kenangnya, "Ada segala macam hambatan, tapi kami berhasil melewatinya. Rasanya sangat memuaskan."
Peran impiannya? Sesuatu yang sangat berbeda dari proyek-proyek sebelumnya. "Aku ingin banget dapat peran menjadi spy seperti ‘Kill Bill’, ‘Charlie's Angels’, atau bahkan hanya berperan sebagai agen FBI atau CIA," ujarnya sambil tersenyum. Jauh dari karya-karyanya terdahulu—dan itulah inti keinginannya.
Di balik layar, Cassandra telah belajar mengarungi kompleksitas ketenaran dengan penuh ketenangan. Memulai karier hiburannya sejak usia sembilan tahun, ia memahami betul intensitas sorotan publik.
"Kadang-kadang spotlight itu bisa terasa sangat overwhelming," ia mengakui, "Tapi aku sudah mulai bisa mengelompokkan—mana yang harus aku keep seperti saran dan kritik, dan mana yang bisa aku buang seperti hate comments dan negative energy.”
Sebagian dari kejernihan itu datang dari sistem pendukung yang telah ia bangun—terutama dari suaminya, yang juga berkecimpung di industri yang sama.
"Kami berusaha bergantian. Ketika dia lagi tidak ambil kerjaan, aku ditemenin sama dia, begitu pun sebaliknya," jelasnya, "Kami usahakan untuk filter dan atur jadwal masing-masing supaya bisa tetap saling ketemu dan menemani setiap hari.”
Baginya, menjaga keseimbangan adalah hal yang tidak bisa ditawar.
Sebagai sosok yang kerap dikagumi karena ketenangan dan kemandiriannya, Cassandra juga bergulat dengan tekanan untuk selalu kuat dalam segala situasi. "Sebagai perempuan, kita bisa kuat dan mandiri, tapi kita juga harus tahu takaran kita," katanya.
Ia pun pernah melewati fase di mana ia ingin melakukan segala sesuatunya sendiri. Namun, hal tersebut malah berdampak negatif pada Cassandra, seperti kelelahan secara fisik dan juga mental. Oleh karena itu, ia menegaskan, “Jadi independen boleh, tapi kita semua manusia tetap butuh dukungan dan support system.”
Di luar pekerjaannya, Cassandra menemukan kenyamanan dalam gaya personalnya. "Aku suka pakaian baggy, jeans, lengan panjang—biasanya berwarna gelap," ujarnya, "Itu sehari-hari ketika aku lagi menjadi ‘Cassie'. Kalau lagi berada in the spotlight, itu baru 'Cassandra'."
Tahun ini, Cassandra dinobatkan sebagai salah satu penerima penghargaan Indonesia’s Beautiful Women 2025 oleh HighEnd Magazine. Bagi dirinya, penghargaan ini lebih dari sekadar validasi penampilan.
"Perempuan itu selalu dikritik—berat badanmu, kulitmu, pakaianmu. Jadi, ketika aku menerima penghargaan ini, aku jadi sadar... mungkin semua itu hanya ada di kepalaku,” ujarnya, “Aku tidak perlu mendengarkan suara-suara negatif karena masih lebih banyak lagi suara-suara positif lainnya, termasuk Indonesia’s Beautiful Women 2025."
Cassandra Lee kini tidak lagi mengejar sorotan. Ia membentuknya—dengan caranya sendiri, dengan kekuatan dan tujuan yang kini terdengar lebih lantang dari sebelumnya.